Inspirasi Fashion Imlek dari China



Jelang tahun baru Imlek 2561 pada 14 Februari nanti, pusat perbelanjaan sudah disemarakkan pernak-pernik nuansa China. Berbagai acara yang digelar dalam rangka Imlek juga mencantumkan China look sebagaidress code.

Cheongsam, kebaya encim, serta warna merah dan emas adalah terjemahan orang-orang Indonesia terhadap budaya China, khususnya di bidang mode. ”Itu memang warna tradisional China,” kata perancang Robby Tumewu.

Robby bercerita tentang pengalaman saat harus menjadi pembawa acara di acara resmi yang diselenggarakan orang Tionghoa. ”Untuk acara-acara resmi, sisi tradisionalnya masih sangat kental, seperti dalam hal warna yang harus ada unsur merah, karena merah adalah warna keberuntungan,” katanya.

Ini berbeda dengan budaya kontemporer China yang sudah memakai warna lain selain merah. ”Saya pernah menerima undangan pernikahan orang China di Shanghai. Warnanya hitam dan perak. Kalau orang Indonesia menerima undangan pernikahan dengan warna seperti itu, mungkin akan dianggap ada kematian,” cerita perancang Harry Darsono.

Menerjemahkan nuansa China dalam budaya kontemporer tidak hanya dengan mengubah warna, tetapi bisa juga dengan mengubah model, motif, dan bahan. Koleksi terbaru Sebastian Gunawan untuk edisi Imlek tahun ini, misalnya, membuat cheongsam tak hanya terlihat sebagai rok terusan pendek dengan kerah berdiri (kerah mandarin) yang pas di badan.

Dalam salah satu rancangan, Sebastian membuat gaun panjang berwarna hitam dengan corak bunga yang besar. Baju ini dibuat dari bahan pashmina.

Ada pula cheongsam dari brokat putih dan tenun Bali. ”Jadi, tidak semua baju yang terpengaruh budaya China harus berwarna merah dengan corak bunga atau kupu-kupu dan terbuat dari sutra. Kekayaan budaya negara Indonesia bisa membuat cheongsam lebih menarik yang tidak akan ada di negara asalnya,” kata Sebastian.

Harry juga menerjemahkan baju khas China tidak melulu dengan kerah berdiri. ”Kerahnya bisa dibentuk macam-macam. Saya juga bisa membuat baju nuansa China dengan bentuk lengan yang berbeda di satu baju. Tidak ada patokan kalau ingin menggabungkan nuansa China dengan budaya lain harus seperti apa,” kata Harry.

Bagi perancang yang memiliki spesialisasi
haute couture ini, satu hal yang penting dari budaya China adalah kehalusan hasil kerja, seperti dalam jahitan atau sulaman.

Kuasai dunia
Masuknya budaya China ke Indonesia dipengaruhi oleh datangnya panglima Cheng Ho ke beberapa wilayah pesisir Indonesia pada abad ke-15. Cheng Ho bersama sekitar 27.000 orangnya tak hanya membawa perbekalan untuk makan, minum, serta peralatan untuk menyerang dan mempertahankan diri. Dia juga membawa berbagai barang untuk ditukar di tempat yang disinggahinya, seperti sutra.

Secara perlahan, budaya China berasimilasi dengan budaya Indonesia, salah satunya yang terkenal pada batik Lasem. Tak hanya di dunia mode panggung, budaya China juga melekat dalam kehidupan sehari-hari. ”Lihat saja bagaimana orang Betawi memakai celana pangsi dan kaus putih. Lalu, panggilan engkong, encang, dan encing. Itu, kan, dari budaya China,” kata Robby.

China juga giat mempromosikan budaya mereka, termasuk dalam acara kenegaraan. Saat menjadi tuan rumah pertemuan APEC 2001 di Shanghai, misalnya, para pemimpin dunia yang hadir memakai
tangzhuang, yaitu jaket khas China dari bahan sutra, dalam salah satu sesi acara.

Tahun ini, dengan dibukanya perdagangan bebas ASEAN-China, Indonesia harus bersiap dengan semakin membanjirnya produk China yang harganya murah. Bagi beberapa perancang, hal ini dinilai sebagai tantangan agar produk Indonesia bisa bersaing dengan produk-produk China.

Sebastian, Harry, dan Robby sama-sama menekankan pada pentingnya mengangkat budaya Indonesia untuk dipopulerkan di masyarakat umum. ”Makin bebasnya produk China masuk ke Indonesia menjadi tantangan bagi desainer untuk lebih mempromosikan budaya Indonesia, tentu dengan produk yang berkualitas. Kalau masalah produk China lebih murah, seleksi alam yang akan menentukan,” kata Sebastian.(smbr:kompas.com)

0 komentar: